Minggu, 27 Januari 2013

Menggapai Awan, Menggapai Mimpi

*Awal Langkah Menuju Awan*
Malam ini, 19 Desember 2012, entah kenapa gue gak bisa tidur nyenyak. Enggak sabar memulai hari esok, sebuah hari dimana gue dan sahabat-sahabat gue bakal memulai sebuah rencana besar. Sebuah rencana besar yg sebenarnya udah lamaaaaaaaaa banget kita bikin planningnya. Yaap. Besok adalah hari keberangkatan  kloter 1 Bekongkow menuju kota Malang, untuk menyambangi sahabat lama kami yg terpental jauh ke kota "Apel" si Rio Widiyan. Kloter 1 ? Udak kayak mau naik haji aje ? Haahaha, iyaa nih tim dari Jakarta sebenernya berjumlah 8 orang. Tapi kami kehabisan tiket untuk berangkat tgl 21 Desember seperti yg udah kami sepakati sebelumnya. Alhasil tim di bagi dua. Tim 1 berangkat 4 orang tanggal 20 dan 4 lagi tanggal 21.

Dan saat-saat itu pun datang. 20 Desember 2012 kami tim 1 yg terdiri dari gue Akhmad, Diyon, Gita, dan Lingga tiba di Stasiun Kereta Api Pasar Senen pukul 12.50 WIB. Gak pake adegan berpelukan kayak di film 5 CM tapi :D. Langsung saja kami menuju "sang Mataremaja" yang akan kami tumpangi menuju kota Malang. Harga tiket kereta ini cukup terjangkau, hanya sebesar Rp 51.000,-. Pas banget buat sebagian dari kami yg berprofesi sebagai karyawan dgn gaji pas-pasan :-P. Kondisi kereta tidak terlalu ramai, ada beberapa slot tempat duduk kosong yang bisa dijadikan alternatif untuk tidur. Pukul 14.10 WIB kereta pun akhirnya berangkat meninggalkan stasiun Pasar Senen menuju stasiun kota Malang. Sepanjang perjalanan kami, hanya kecerian yg muncul diraut wajah kami berempat. Keceriaan, kebahagiaan, suka cita semua beraduk jadi satu mengingat sekian lama kami tidak bertemu. Tidak terbayang dibenak kami rupa dan bentuk sahabat kami yang tengah menunggu di Malang sana hahahaha. Dan tentunya gak terbayang juga muka-muka galau ala Hegar, Deny dan Viray yg masih harus menunggu hari esok untuk berangkat. Sementara satu kawan lagi, Anggi Ahong, batal berangkat karena masih bertugas di luar Jawa :(.                                                   

*Menginjakkan Kaki Di Malang*
Jumat, 21 Desember 2012, pukul 9.30 WIB, akhirnya kami pun tiba di Stasiun Kota Malang, diiringi dengan gerimis hujan yang membasahi kedatangan kami. Sesampainya di pintu keluar, mata kami berempat pun tertuju pada sesosok pemuda berpakaian merah muda, celana jins tanggung, dan beralas kaki sepasang sandal merah muda serta berkaca mata. Hahahaha, dialah Rio Widiyan, si anak hilang. Haru, senang, bahagia tumpah sejenak saat itu juga. Kami lantas diajak bergegas menuju tempat parkir dimana mobil Luxio putih menunggu. Sebelum menuju rumah arek Rio, kami diajak singgah sejenak disebuah kedai pecel yg cukup ramai oleh pembeli. Yap, pilihan menu sarapan pertama kami di kota Malang jatuh pada kedai pecel tersebut. Menu pecel yg lumayan lengkap, selain pecel ada beberapa lauk lain seperti peyek udang, sate, ayam goreng, paru, dan ampela yg ditawarkan. Seporsi pecel nikmat ditemani segelas teh hangat, membuat lapar dan letih kami selama di kereta terbayar tuntas. Usai sarapan nasi pecel, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat persinggahan kami selama di kota Malang yaitu di rumah Rio. Sambutan hangat pun kami terima dari keluarga sahabat kami itu. Ibunda dan adiknya menyambut kedatangan kami begitu mobil berhenti didepan rumah.

Kami langsung dipersilakan merapikan barang2 bawaan kami ke kamar yg sudah disediakan bagi kami. Terlihat betapa banyaknya barang bawaan kami. Itu belum termasuk barang2 tim 2 yg akan berlabuh keesokan hari. Tapi kami usahakan menata barang2 tsb serapi mungkin agar bisa menjadi tempat tidur bagi 6 orang cowo keren n macho esok :D. Usai merapikan kamar lalu mandi, kami diajak Rio untuk berkeliling kota Malang sambil berwisata kuliner.

Dan disaat hendak menikmati kuliner kota Malang itulah kami mendapat sebuah kabar dari Jakarta. Sebuah kabar yg dengan sekejap merubah atmosfer keceriaan didalam mobil. Hegar menelpon kami bahwa Deny tidak berhasil melewati pemeriksaan tiket oleh petugas stasiun karena tidak bisa menunjukkan ktp asli sesuai identitas pada tiket. Saat itulah ketegangan menyelimuti seisi mobil yg masing-masing nampak shock dgn adanya berita tersebut. Bahkan salah seorang diantara kami ada yang meneteskan air mata memikirkan nasib sahabat-sahabat kami di Jakarta khususnya Deny. Dengan penuh ketegangan kami memanfaatkan gadget masing-masing untuk mencari tket-tiket lain yg masih tersisa. Akan tetapi semua tiket kereta eksekutif dan pesawat tujuan Malang sudah "full booked".

Kegalauan terus menyelimuti 8 orang sahabat ini. Akhirnya kami putuskan Hegar dan Viray untuk tetap berangkat dengan kereta dari Stasiun Pasar Senen sembari kami berlima di Malang berdoa dan memohon petunjuk dari Alloh SWT  agar diberikan jalan. Lalu entah siapa yang mengkomandoi, Rio langsung membelokkan mobilnya menuju sebuah kantor travel untuk mencari informasi tiket-tiket pesawat yang masih available. Tipis harapan kami ada tiket pesawat yg kosong, karena sebelumnya kami sudah surfing di gadget kami masing2 mencari tiket namun tak berhasil. Tapi kehendak Sang Kuasa memang tak ada yg bisa membendung. Alhamdulillah, CS dari kantor travel tersebut mengatakan masih ada satu kursi yg kosong dari Cengkareng menuju Malang. Tanpa berpikir panjang, kami langsung membooking tiket tersebut untuk Deny.  Teriakan "booking mbak booking mbak" dari segerombolan pemuda-pemudi ini membuat si mbak petugas CS tersebut ikut-ikutan tegang. Alhamdulillah, Engkau lah Tuhan Maha Segalanya. Wajah-wajah lega saling memandang satu sama lain. Sebuah kekompakan dan kesolidan yg diuji pada saat-saat last minutes. Hegar dan Viray pun berangkat menuju Malang via Surabaya dengan kereta api, sementara Deny berangkat esoknya dengan pesawat dari Cengkareng ke Malang.

Kami berlima pun melanjutkan wisata kuliner kami dengan raut wajah yang lega dan tenang. Menjelajahi kota Malang dan Batu sembari membeli perlengkapan logistik untuk mendaki Gunung Bromo sabtu malam. Bermacam kuliner malang seperti Baso Bakar, Ketan keju, dan lain-lain menghangatkan tubuh kami ditengah dinginnya malam di kota Malang. Puas berkeliling dan berfoto-foto di Batu Park, sekitar pukul 12 malam kami pulang ke rumah untuk beristirahat.

Sabtu, 22 Desember 2012, gue terbangun pukul 7.00 WIB tetapi yang lain sudah tidak berada dirumah. Gue lalu teringat kalau kami harus menjemput Hegar dan Viray di Surabaya. Aaaah gue kesiangan bangun, ditinggalin ke Surabaya deh (umpat gue dalam hati). Gue pun bergegas mandi dan merapihkan kamar kembali. Saat tengah sarapan, suara mobil terdengar didepan rumah. Dan benar saja, tim penjemput dua manusia (Hegar & Viray) yang pergi ninggalin gue ke Surabaya telah kembali. Hahaha, gue bersalaman dengan Hegar & Viray sambil sedikit nyinggung masalah kemaren pas Deny mereka tinggalin di Stasiun. Usai kedua orang tsb merapihkan bawaan2nya, kami pun bersiap ke bandara Abdul Rachman Saleh, kota Malang, untuk menjemput satu lagi kawan kami yang tersangkut di baling-baling pesawat. Sekitar pukul 1 siang, kami tiba di Bandara, dan sosok Deny pun terlihat dari kejauhan menunggu di area penjemputan. Teriakan nyaring kami memanggil Deny dari dalam mobil. Haahaha, dan lengkap sudah 8 orang Bekongkow berkumpul di Malang, Gue, Diyon, Hegar, Viray, Rio, Gita, Lingga, dan Deny.
Hal pertama yang kita lakuin saat udah terkumpul semua adalah makaaaaan. Dan tempat makan kita kali ini adalah Restoran Spesial Sambel yang ada di Kota Malang. Katanya sambel ditempat ini beda sama sambel ditempat-tempat lain. Dan bener aja, sambelnya wueeedaaaan tenan!!!! Menu nasi hangat, tempe, ayam, cumi, dan tumis kangkung, ditemani berbagai jenis sambel, ludes dalam hitungan menit.
Sungguh sensasi makan yang luar biasa di Malang dengan Spesial Sambalnya :D.

*Petualangan Dimulai*
Pukul 19.00 WIB, kami berkemas menyiapkan semua kebutuhan logistik yg akan kami bawa untuk mendaki Gunung Bromo. Jalur yang akan kami lalui dari Malang ialah melalui jalur berkelok di kecamatan Tongas, Probolinggo, hingga tiba nanti di pos pendakian Gunung Bromo membutuhkan waktu sekitar 3 jam dari kota Malang. Setelah seluruh logistik terangkut ke mobil, kami menyempatkan diri pamitan dan meminta doa restu dari ibunda Rio demi keselamatan kami semua. Alhamdulillah cuaca pada malam itu langit amat sangat cerah, tak ada awan mendung yang menaungi seperti beberapa hari sebelumnya.

Gue membawa baju cukup banyak mengingat suhu diatas puncak Bromo nanti bisa mencapai 10-15 derajat celsius. Satu setel pakaian berlengan panjang, gue dobeli dengan dua jaket yang lumayan tebal. Dua buah kupluk pun udah gue sematkan dikepala untuk menghangatkan. Sedangkan untuk tubuh bagian bawah, gue pake celana tiga lapis, plus sepatu anti tembus angin lengkap dengan sarung tangan dan syal yang melingkar dileher. Kebayang gak tuh dinginnya kayak gimana. Brrrrrrrrrr..

Kami tiba di pos pendakian sekitar pukul 00.00 WIB. Kondisi parkiran masih sepi, tampaknya kami rombongan wisatawan pertama yg mencapai di titik start pendakian ini. Untuk melawan rasa dingin yng menusuk tulang, kami pun bergotong royong mengeluarkan logistik yg telah kami siapkan tadi. Kompor, tabung gas, mie instan dan peralatan memasak kami keluarkan. Seporsi mie hangat pun kami santap untuk menghangatkan tubuh. Tidak cukup dengan mi instan, gue, Viray, dan Hegar, menuju kedai tak jauh dari parkiran dan memesan minuman panas sperti, wedang jahe dan kopi. Tak terasa, rombongan wisatawan lain pun mulai berdatangan. Begitu juga jeep-jeep yang akan membawa kami ke jalur penanjakkan 1 dan penanjakkan 2 sudah mulai terparkir.

Minggu, 23 Desember 2012, pukul 1.00 WIB kami pun berangkat menuju jalur penanjakkan 2 menggunakan Jeep. Karena banyaknya wisatawan yg hendak mendaki Bromo, kami harus kecewa karena kami tidak mendapat kuota untuk naik di jalur penanjakan 1. Dengan berat hati kami pun terima, kalau kami hanya akan melihat matahari terbit dari puncak jalur penanjakan 2. Puncak jalur penanjakan 2 ini kira-kira ada sekitar 100 m di bawah puncak jalur penanjakan 1.

Setengah jam kami didalam jeep, akhirnya sampai dititik akhir pendakian jeep. Dan kami harus melanjutkan perjalanan ke puncak 2 dengan berjalan kaki. Meskipun ada jasa persewaan kuda untuk menanjak, tetapi kami mencari tantangan tersendiri dengan menuju puncak dengan langkah kaki kami sendiri. Sungguh sebuah perjalanan yang tak mudah. Ditengah dinginnya angin dan gelapnya Bromo, kami harus mendaki secara hati-hati, karena tekstur tanah berpasir dan tidak stabil. Kami harus beberapa kali berhenti untuk istirahat dan minum. Mengingat medan yang berat, jalan berpasir, licin, dibeberapa bagian bahkan berbatu, ditambah kondisi gelap, kami harus menjaga kondisi tubuh agar tidak dehidrasi dan kedinginan. Persediaan air kami cukup untuk mengantarkan kami ke puncak.

Sekitar pukul 4.25 akhirnya kami menapakkan kaki di puncak penanjakan 2 Gunung Bromo. Keadaan masih gelap gulita, kami belum bisa melihat apa yang ada didepan mata kami. Sembari menunggu secercah cahaya dari Matahari yang akan terbit, saya dan Hegar memberanikan diri naik ke sebuah tebing di belakang puncak penanjakan 2. Tebing yang cukup licin dan terjal untuk dinaiki tanpa alat pengaman apapun. Tapi Alhamdulillah kami berhasil menaiki tebing tersebut. Dan waaaoow. Subhanallah. Lautan awan yang terlihat menutupi lereng kawah Bromo-Tengger-Semeru tampak sangat jelas dari puncak sini.

Cahaya mentari dari kejauhan pun mulai tampak. Saya dan hegar segera mencari spot untuk mengabadikan momen-momen ini. Kawan-kawan kami pun ikut menyusul menaiki tebing itu dan terpana dengan apa yang mereka lihat didepan mata mereka. Tak henti-hentinya tangan ini mengabadikan saat-saat matahari terbit dari balik Semeru yang terlihat oleh mata kami yang berdiri di puncak Bromo ini.




Selain mengunjungi puncak Bromo, spot-spot lainnya yang tak kalah seru untuk disinggahi adalah lereng Tengger atau sering disebut lereng gunung Batok yang dipenuhi oleh lautan pasir. Ditempat ini kita bisa merasakan sensasi hemburan pasir, apalagi saat Semeru sedang aktif, bisa dipastikan akan terjadi hujan pasir. Namun, hari ini Semeru tampaknya sedang tertidur. Pandangan kami pun tidak terganggu dengan debu pasir yang biasanya bertiup menghalangi mata.






Tak jauh dari lautan pasir, ada suatu bagian dibelakang lereng Bromo yang ditumbuhi subur oleh rerumputan hijau atau Savana. Bukit-bukit hijau berjejer panjang mengelilingi padang Savana. Ada yang mengatakan dibalik bukit-bukit yang berjejer tersebut terdapat air terjun Madakaripura yang sangat menakjubkan. Namun sayang, kami sudah tidak punya cukup waktu untuk mengunjunginya.

Kami memutuskan langsung kembali ke pos awal pendakian usai melepas lelah sejenak di hamparan savana yang hijau itu dan bergegas kembali ke Malang. Sungguh pengalaman yang tak kan pernah bisa kami lupakan. Dan mungkin tak akan bosan kami untuk mengunjunginya. Bromo adalah sebuah keajaiban surga di atas awan. Perjalanan kami di Gunung Bromo pun harus berakhir disini.










*Perpisahan Itu Pasti Ada*
Setibanya di Malang, kami berbenah, merapihkan barang-barang bawaan kami, sekaligus merapihkan rumah Rio yang kami buat berantakan selama kehadiran kami di sini :D.







Berat rasanya meninggalkan Malang, dan semua yang ada disini. Khususnya sahabat kami, si anak hilang Rio. Tapi tak mengapa, suatu saat pasti kan berjumpa kembali. Entah di Malang atau dimana pun itu, persahabatan kami akan terus ada, seperti awan yang senantiasa menyelimuti puncak Bromo. Keharuan memuncak tatkala harus berpamitan dengan sang Ibunda Rio, beliau pun tak kuasa menitikan air mata saat kami satu per satu bersalaman dan pamit kepada beliau. Entah apa keharuan yang dirasakan oleh beliau, kami tak tahu, yang kami tahu hanyalah beliau seperti orang tua kami sendiri.

Gerimis mengiringi perjalanan kami menuju stasiun Kota Malang. Pukul 15.10 kereta yang kami tumpangi akan membawa kami kembali ke Jakarta. Selamat tinggal kawan. Selamat tinggal Malang. Kami pasti akan bertemu lagi. Bertemu membawa mimpi-mimpi kami yang lain. Puncak Mahameru.